Wednesday, March 28, 2007

CATATAN MANUSIA JAKARTA

Pagi ini, aku melihat seorang lelaki tua dengan wajah kisut-kisut keriput di pinggir jalan yang ramai dan macet luar biasa. Di bawah teriknya mentari pagi ia mengenakan selembar karton yang melapisi pakaian hijau-kuningnya. Karton itu bertuliskan sebuah brand obat sakit kepala yang baru keluar di pasaran. Dengan karton berukuran besar yang kelihatan amat menyulitkan geraknya, lelaki tua itu menjajakan sachet demi sachet obat sakit kepala itu kepada kendaraan yang berlalu lalang.

Lalu aku teringat pada seorang wanita. Wanita separuh baya yang menjajakan sebuah produk minuman keliling kota, dari rumah ke rumah berjalan kaki sambil menarik kereta yang berisikan botol minuman tersebut. Dengan kostum kemeja berlengan panjang, celana panjang hijau dan sepatu kets, ia berjuang tanpa kenal lelah. Terik mentari dan kaki pegal tak jadi soal. Berharap setidaknya semua botol minuman di dalam kereta laku keras.

Teringat pula aku ketika aku sedang mengunjungi sebuah pameran pembangunan. Aku melihat orang itu, aku yakin ia seorang lelaki meski aku tak bisa melihat wajahnya. Ia mengenakan kostum badut yang membalut rapat tubuhnya. Ditelusurinya stand demi stand sambil menjajakan sebuah produk daging olahan. Tanpa gairah, dengan langkah ogah-ogahan, dan aku yakin di dalam kostum itu ia kepanasan.

Hal itu juga mengingatkanku pada tukang sampah. Para lelaki tua yang berpeluh mendorong gerobak sampah mereka yang bau, yang membuat semua orang ingin segera memalingkan muka, pergi menjauh sambil menutup hidung mereka.


Aku pun berpikir, betapa gigihnya mereka berjuang hanya demi untung yang tidak seberapa. Namun, dari untung yang menurutku tidak seberapa itulah mereka bisa memberi makan atau bahkan memasukkan ke sekolah anak-anak mereka. Lalu, mengapa ada sebagian orang yang memilih berprofesi sebagai tukang copet, tukang todong, atau pengemis? Mengapa pula ada orang-orang yang terlalu idealis, harga dirinya terlalu tinggi sehingga hanya menginginkan pekerjaan yang sesuai dengan egonya dan akhirnya terjerat dalam status pengangguran?

Lalu mengapa ada aku? Seorang perempuan lajang tanpa beban yang bekerja di belakang meja, dengan fasilitas lengkap, di dalam ruangan sejuk ber-AC, tapi masih saja merasa serba kekurangan?


Wednesday, May 19, 2004

No comments: